Kisah Murid Sunan Kalijaga yang Terkenal – Sunan Tembayat – Sunan Geseng

10.17
keturunan sunan bayat, anak cucu sunan bayat, sunan bayat nyi ageng krakitan, sunan bayat nyi ageng kali wungu, ciri keturunan sunan bayat, karomah sunan bayat, makam sunan pandanaran paseban, kabupaten klaten, jawa tengah, makam sunan bayat ki ageng pandanaran klaten regency, central java.

Menceritakan tentang beberapa murid sunan kalijaga yang terkenal juga juga turut serta berdakwah menyebarkan ajaran islam di pulau jawa. Selamat membaca

Kisah Murid Sunan Kalijaga yang Terkenal – Sunan Tembayat – Sunan Geseng
Kisah Murid Sunan Kalijaga yang Terkenal – Sunan Tembayat – Sunan Geseng

Sunan kalijaga sangat memahami kebudayaan lokal masyarakat jawa. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka, mereka harus didekati secara bertahap. Ia harus bisa mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan kalijaga berkeyainan jika islam sudah dipahami, maka kebiasaan lama akan hilang dengan sendirinya.

Baca juga : Rencana dan Usaha Sunan Giri Mendirikan Pesantren

Pada mulanya, sunan kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara sebagai sarana dakwah. Ia adalah pencipta baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulaud, layang kalimasada, dan lakon wayang petruk jadi raja. Bahkan, bentuk tata pusat kota berupa kraton, alun-alun degan dua beringin, serta majid diyakini sebagai karya sunan kalijaga.
Murid sunan kalijaga yang terkenal

Dengan cara dakwah semacam itu ternyata hasilnya memuaskan. bakan sebagian besar adipati di jawa memeluk islam melalui sunan kalijaga, di antaranya dipati semarang yang terkenal sebagai ki ageng pandanaran, adipati kartasura, kebumen, banyu mas, serta pajang (kota gede, jogja)

Adipati semarang yang termansyur dengan nama ki ageng pandaran meninggalkan singgasananya karena tertarik terhadap ajaran islam yang disampaikan oleh Sunan Kalijaga. pada 1512 m, ia menyerahkan tampuk pemerintahannya kepada adik laki-lakinya. ia bersama istrinya mengundurkan diri dari kekuasaan. Pasangan bangsawan bangsawan jawa ini berkelana mencari ketenangan batin sembari mendakwahkan islam.

Seusai berpetualangan, ki pandanaran dan istrinya bekerja pada seorang wanita pegdang beras di wedi, klaten, jawa tengah. Akhirnya, mereka menetapsebagai guru mengaji di tembayat. Di sana, selama dua puluh lima tahun, ki pandanaran hidup sebagai orang suci dengan sebutan Sunan Tembayat. pada tahun 1537 M, ia wafat dan dimakamkan di sana. Bangunan kompleks makam sunan tembayat terbuat dari batu berukir, menyerupai bentuk candi bentar di jawa timur dan pura di bali.

pada prasasti makam sunan tembayat tertulis bahwa makam ini pertama kali dipugar pada 1566 M. oleh raja pajang, sultan Hadiwijaya. Kemudian, pada tahun 1633 m, sultan agung mataram memperluas dan memperintah bangunan makam sunan tembayat. Cerita tentang kesaktian orang suci dari semarang yang dimakamkan di tembayat sudah beredar di kalangan masyarakat jawa sejak pertengahan abad ke 17.

Murid Sunan Kalijaga yang Terkenal Lainnya

Murid sunan kalijaga yang terkenal selain sunan tembayat, ada lagi murid lainnya yang bernama sunan geseng. Sebenarnya nama asli petani penyadap nira ini adalah ki cokrojoyo. Suatu hari dalam pengembaraannya, sunan kalijaga terpikat pada suara merdu ki cokro yang bernanyi setelah menyadap nira. Ia meminta ki cokro mengganti syair lagunya dengan dzikir kepada Allah. Ketika ki cokoro berdzikir, gula yang dibuatnya dari nira berubah jadi emas secara mendandak. Petani ini sangat heran sehingga ingin berguru kepada sunan kalijaga. Untuk menguji keteguhan hati calon muridnya, sunan kalijaga menyuruh ki cokro berdzikir tanpa berhenti sebelum ia datang lagi.

Setahun kemudian, sunan kaligaja teringat ki cokro. Kemudian ia memerintahkan kepada para muridnya untuk mencari ki cokro yang berdzikir di tengah hutan. Mereka kesulitan menemukannya karena tempat berdzikir ki cokro telah berubah menjadi padang ilalang dan semak belukar. Maka, para murid sunan kalijogo harus membakar padang ilalang. Ki cokro tampak bersujud ke arah kiblat. Tubuhnya hangus dimakan api, tapi penyadap nira ini masih buar dan mulutnya terus berdzikir. Sunan kalijaga membangukannya dan memberi nama sunan geseng.

Sunan geseng menyebarkan agama islam di desa jatinom, sekitar 10 kim dari kota kleteng ke arah utara. Penduduk jatinom mengenalknya dengan sebutan ki ageng gribik. julukan itu berangkat dari pilihannya untuk tinggal di rumah beratap gribik yang berasal dari anyaman daun nyiur. menurut legenda setempat, ketika ki ageng gribik pulang menunaikan ibadah haji, ia melihat penduduk jatinom kelaparan. Lalu ia membawa sepotong kue apem. kue tersebut dibagikan kepada ratusan orang yang kelaparan. ternyata, semua orang mendapat bagian kue itu.

Ki ageng gribik meminta warga yang kelaparan untuk memakan secuil kue apem seraya mengucapkan dizikir ya Qowiyyu (Allah Maha Kuat). Akhirnya, mereka pun kenyang dan sehat. Kini masyarakat jatinom terus menghidupkan legenda ki ageng gribik dengan menyelenggarakan upacara Ya Qowiiyyu pada setiap bulan shafar.

Warga membuat kue apem, lalu disetorkan ke masjid. jumlah apem yang terkumpul bisa mencapai ratusan ribu. Beratnya sekitar 40 tin jika ditotal. Puncak upacara berlangsung sesusai shalat jumat. Dari menara masjid kue apem disebarkan oleh para santri sambil berzikir Ya Qowiyyu. Dan ribuan orang yang menghadiri upacara memperebutkan apem secara bergotong royong.

Itulah penjelasan beberapa nama murid sunan kalijaga yang terkenal, semoga dapat menambah wawasan kamu tentang seluk beluk wali songo, khususnya yang berhubungan dengan kisah sunan kalijaga.

Sumber Link
Previous
Next Post »
0 Komentar