Kisah Inspiratif Tiga Santri dan Sopir Mobil Sayur

05.58
Kisah Inspiratif Tiga Santri dan Sopir Mobil Sayur
Kisah Inspiratif Tiga Santri dan Sopir Mobil Sayur
Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga." (H.R Muslim).

Kiranya, bukan hanya jalan ke surga yang dimudahkan oleh Allah. Percayalah, Allah juga akan memudahkan jalan kita saat akan berangkat menuju tempat mencari ilmu.

Kejadian menarik dikisahkan keponakan saya yang bernama Heru. Dia nyantri di salah satu pesantren di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Saat itu, dia bersama kedua teman kobongnya yang bernama Azis dan Jalal ingin sekali menghadiri pengajian di pesantren KH. Uci Turtusi, Cilongok, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang. Kebetulan di pengajian Ki Uci juga akan digelar haulan Syeh Abdul Qodir Jailani. Keinginan mereka bertiga pun kian membuncah. Namun apa daya, mereka hanya santri bale rombeng yang tidak punya banyak uang dan tidak punya kendaraan.

Namun, keterbatasan fasilitas dan biaya ternyata tidak menyurutkan langkah mereka. Ketiganya tetap nekat berangkat ke pengajian Ki Uci meski hanya bermodalkan uang Rp10 ribu. Uang itu tentu tidak cukup untuk sekadar ongkos. Apalagi jarak pesantren mereka dengan pesantren Ki Uci sangat jauh. Tapi begitulah, kekuatan hati mengalahkan segalanya. Bakda Isya, mereka pun berangkat.

Cukup jauh mereka berjalan kaki. Cucuran keringat sudah berkali-kali mereka seka dengan sarung. Tidak terasa 3 jam sudah mereka berjalan kaki. Salah satu dari mereka usul agar uang Rp 10 ribu dibelikan air minum. Wajar, berjalan kaki selama lebih kurang 3 jam pasti membuat dahaga.

Namun sayang seribu sayang, uang Rp 10 ribu hilang entah kemana. Mungkin jatuh saat Heru berkali-kali menyeka keringat dengan sarung. Persoalannya, uang itu dia simpan di gulungan sarung. Alih-alih menghardik Heru, kedua temannya justru tertawa atas kejadian raibnya uang. Seketika itu haus mereka hilang. Mereka pun melanjutkan perjalanan.

Ujian dimulai, menjelang tengah malam, tiba-tiba turun hujan. Posisi mereka yang sudah berada di jalan raya menyulitkan mereka mencari tempat berlindung dari hujan. Kendaraan yang lalu lalang pun semakin jarang. Terpaksa, di bawah guyuran hujan, mereka terus melanjutkan perjalanan. Beruntung, beberapa saat kemudian mereka menemukan tempat berteduh.

Di sebuah bangunan tua tak berpenghuni mereka istirahat sambil menunggu hujan minggat. Rokok yang tinggal sebatang mereka nikmati bersama. Mereka mengisi waktu dengan membaca solawat. Tidak ada sedikit pun niat mereka menghentikan perjalanan. Meski diakui posisi yang sudah di tengah menjadi salah satu pertimbangan. "Mau gimana lagi? Balik lagi ke kobong juga sudah sangat jauh. Duit juga sudah hilang. Ya sudah pasrah saja sama Allah," kata Heru bercerita.

Setelah satu jam, hujan reda. Perjalanan kembali dimulai. Jalanan becek dan beberapa genangan air diakui membuat perjalanan mereka kian melelahkan. Apalagi angin kencang membuat mereka menggigil kedinginan. Sebab, baju mereka memang sudah kebasahan.

Tiba-tiba lewat mobil pikap warna hitam. Mobil itu berhenti di depan mereka. Sang sopir keluar lalu menghampiri ketiganya. Sopir bertanya kepada mereka tentang tujuan mereka. Setelah diceritakan, sang sopir memberi mereka tumpangan. Sebelumnya sang sopir meminta maaf karena hanya bisa memberi tumpangan di bak barang. Karena di depan sudah ada beberapa karung kentang.

Meski duduk di belakang dan digabungkan dengan aneka sayuran, ketiga santri itu tetap bersyukur. Mereka yakin pertolongan Allah telah datang.

Tidak berapa lama, sopir menghentikan mobilnya di sebuah minimarket 24 jam. Sang sopir masuk ke minimarket dan belanja beberapa barang. Tidak disangka, ternyata sopir juga membelikan santri itu banyak makanan dan minuman. Bukan main senangnya santri-santri itu. Setelah dari minimarket sopir melanjutkan perjalanannya. Sementara ketiga santri menikmati perjalanan sambil menikmati makanan. Tidak lupa mereka tetap membaca solawat sepanjang perjalanan.

Tiba di persimpangan, sopir kembali menghentikan laju kendaraannya. Sopir turun dan menghampiri tukang ojek. Sedangkan ketiga santri hanya duduk di bak mobil menunggu apa yang akan selanjutnya terjadi.

Setelah beberapa menit berbincang dengan tukang ojek, sopir menghampiri santri dan berkata "Maaf, saya tidak bisa mengantar sampai tujuan. Pesantren Ki Uci belok ke sana. Sedangkan saya lurus mau ke Pasar Cikupa. Naik ojek saja ya. Tenang, ojek sudah saya bayar semua," kata sang sopir.

Ketiga santri pum hanya bisa bengong. Mereka kagum dengan kemurahan hati sopir itu. Hanya ucapan terimakasih yang bisa mereka katakan.

Sebelum berpisah, sopir itu kembali menunjukkan kebaikannya. Sang sopir memberi uang kepada ketiga santri itu sebesar Rp 600 ribu. " Nih, buat makan. Kalau ojek mah sudah saya bayar," kata sopir itu sambil menyerahkan uang dengan cara bersalaman.

Kemurahan hati sang sopir membuat hati ketiga santri itu tergetar. Ketiganya tidak kuasa menahan air mata. Mereka semakin yakin, Allah bersama orang-orang yang mencari ilmu.

Sebelum berpisah, salah satu santri bertanya kepada sopir itu. "Mang, mamang ini siapa? Orang mana?," tanya santri.

Sopir hanya menjawab "Saya hanya sopir tukang sayur," ujarnya singkat sambil berlalu pergi. Santri pun akhirnya bisa mengikuti pengajian Ki Uci.

Romdoni, Jurnalis Tangerang Ekspres (Jawa Pos Group)


http://www.nu.or.id/
Previous
Next Post »
0 Komentar