Hatim Al-Asham merupakan salah seorang ulama besar yang wafat di Baghdad, Irak tahun 852 M atau 237 H. Terdapat sebuah kisah penuh hikmah yang mendasari kata ‘al-asham’, berarti tuli, yang menjadi julukannya, sebagaimana diriwayatkan Imam Ghazali dalam kitab Nashaihul Ibad.
Sejatinya Hatim tidak-lah tuli, hingga pada suatu hari, seorang wanita datang ke tempat Hatim untuk menanyakan sesuatu. Tak dinyana, ketika melontarkan pertanyaannya di hadapan Hatim, belum selesai ia bertanya, wanita tadi tak kuasa untuk menahan kentutnya.
Bunyinya terdengar jelas, hingga membuat ia salah tingkah dan terdiam. Di tengah kegalauan wanita itu, tiba-tiba Hatim berkata dengan suara keras.
“Tolong bicara yang keras! Saya tuli,”
Namun, yang bertanya justru bingung. Dalam kebingungannya, ia kembali dikagetkan dengan suara keras Hatim.
“Hai, keraskanlah suaramu, karena aku tidak mendengar apa yang kamu bicarakan,” teriak Hatim.
Wanita tadi kemudian menduga bahwa Hatim ini seorang yang tuli. Ia pun merasa sedikit lega, karena suara kentutnya tidak didengar Hatim. Suasana kembali menjadi cair. Ia pun kembali mengulang pertanyaannya.
Sejak saat itu, Hatim mendadak “menjadi tuli” dan bahkan ia melakukan hal tersebut selama wanita tadi masih hidup. Ya, demi menjaga perasaan dan kehormatan wanita itu, ia terus berpura-pura tuli selama 15 tahun. (Ajie Najmuddin)
Sejatinya Hatim tidak-lah tuli, hingga pada suatu hari, seorang wanita datang ke tempat Hatim untuk menanyakan sesuatu. Tak dinyana, ketika melontarkan pertanyaannya di hadapan Hatim, belum selesai ia bertanya, wanita tadi tak kuasa untuk menahan kentutnya.
Bunyinya terdengar jelas, hingga membuat ia salah tingkah dan terdiam. Di tengah kegalauan wanita itu, tiba-tiba Hatim berkata dengan suara keras.
“Tolong bicara yang keras! Saya tuli,”
Namun, yang bertanya justru bingung. Dalam kebingungannya, ia kembali dikagetkan dengan suara keras Hatim.
“Hai, keraskanlah suaramu, karena aku tidak mendengar apa yang kamu bicarakan,” teriak Hatim.
Wanita tadi kemudian menduga bahwa Hatim ini seorang yang tuli. Ia pun merasa sedikit lega, karena suara kentutnya tidak didengar Hatim. Suasana kembali menjadi cair. Ia pun kembali mengulang pertanyaannya.
Sejak saat itu, Hatim mendadak “menjadi tuli” dan bahkan ia melakukan hal tersebut selama wanita tadi masih hidup. Ya, demi menjaga perasaan dan kehormatan wanita itu, ia terus berpura-pura tuli selama 15 tahun. (Ajie Najmuddin)
http://www.nu.or.id/
0 Komentar