Kisah Pembunuhan Sadis

09.57
Kisah Pembunuh 99 Orang yang Bertaubat

Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim...

Dahulu di kalangan Bani Israil, ada seorang pria yang sangat kejam, yang telah membunuh 99 orang.

Suatu ketika dia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Dia pun ber­pikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawab­kan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah SWT.

Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka.
” Para raja, jikalau budak-budaknya telah menua, mereka pasti akan memerdekakannya dengan pembebasan yang baik. Dan Engkau, wahai penciptaku, jauh lebih mudah daripada itu. Sekarang sungguh aku telah menua dalam penghambaan diri, maka bebaskanlah diriku dari neraka”

Maka keluarlah ia dengan pakaian yang masih berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-­jarinya berlumuran darah. Ia datang bagaikan seorang yang panik sambil bertanya-tanya kepada semua orang: “Apakah aku masih bisa diampuni?”

Orang - orang berkata : “Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni.”

Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang - orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil.

Ia pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.
Rahib tersebut keluar menyambutnya.

Lelaki pembunuh ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang. Si rahib berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.”

Si pembunuh bertanya: “Wahai rahib ahli ibadah, aku telah mem­bunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?”

Rahib itu spontan menjawab: “Tiada taubat bagimu!”

Rupanya Rahib tersebut telah memutus harapan lelaki pembunuh itu, padahal yang berhak menerima atau menolak taubat seseorang hanyalah Allah SWT.

Akhirnya, si penjahat ini putus asa memandang kehidupan ini. Di matanya dunia ini terasa gelap; kehendak dan tekadnya melemah; dan keindahan yang terlihat di wajahnya menjadi buruk. Ia pun mengangkat pedangnya dan membunuh rahib ini sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia yang telah dibunuhnya.

Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanya­kan kembali kepada mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya.

Ia bertanya kepada mereka: “Masih adakah jalan untuk ber­taubat bagiku?”

Mereka menjawab: “Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang alim, tapi bukan seorang rahib.”

Si pembunuh itu pergi menemui orang alim itu yang saat itu berada di majelisnya sedang mengajar.

Orang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya.

Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia bertanya: “Apakah keperluanmu datang kemari?”

Ia menjawab: “Aku telah membunuh 100 orang, maka masih adakah jalan taubat bagiku?”

Orang alim itu balik bertanya: “Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat? Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus.”

Ia berkata: “Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah.”

Orang alim berkata: “Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu.”

Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, di mana sebagian kampung itu memberikan pengaruh untuk berbuat durhaka dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti itu, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta memudahkannya untuk melakukan tindakan menen­tang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masya­rakat yang di dalamnya menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para penghuninya.”

“Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaulah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat.”

Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, tiba-tiba ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya.

Sebelum meninggal, dia sempat mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah. Dia memang belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah, belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, namun dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya.

Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata: “Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami.”

Malaikat adzab berkata: “Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami.”

Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar.

Malaikat yang baru berkata kepada mereka: ”Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik.”

Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, ternyata Allah telah memerin­tahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat.

Riwayat lain menyebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.

Pesan yang Terkandung Dalam Kisah di Atas

Pembunuhpun masih memiliki kesempatan untuk bertaubat. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, namun Dia mengampuni dosa-dosa di bawah syirik, bagi siapa yang Dia kehendaki.” (An Nisaa’: 48). Yaitu Allah mengampuni dosa-dosa di bawah syirik, apabila Dia menghendaki. Ini merupakan pendapat mayoritas para ulama. Ayat ini juga menunjukkan tentang keutamaan ikhlas dan ikhlas merupakan sebab dosa terampuni.

Orang yang bertaubat hendaknya berpindah dari lingkungan yang jelek ke lingkungan yang baik. Karena bergaul dengan orang-orang sholeh merupakan penyebab iman menjadi kuat dan tipu daya setan makin lemah.

https://id-id.facebook.com/notes/1001-kisah-teladan-ambil-hikmahnya/kisah-seorang-pembunuh-99-orang/10150094299275337

Previous
Next Post »
0 Komentar