Haji Wada’

21.45
Haji Wada’

Haji Wada'. Pada tahun 10 H, Nabi SAW mengerjakan ibadah haji yang terakhir, yang disebut juga dengan haji Wada’. Pada tanggal 25 Dzulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW meninggalkan Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah turut menunaikan ibadah haji bersamanya. Pada waktu wukup di Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khothbahnya yang sangat bersejarah.

Isi Khothbah itu antara lain :
  1. Larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak (benar) dan mengambil harta orang lain dengan bathil (salah), karena nyawa dan harta benda adalah suci.
  2. Larangan riba dan larangan menganiaya.
  3. Perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik serta lemah lembut.
  4. Perintah menjauhi dosa.
  5. Semua pertengkaran di antara mereka di zaman jahiliyah harus dimaafkan.
  6. Pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman jahiliyah tidak lagi dibenarkan.
  7. Persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan.
  8. Hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yaitu mereka memakan apa yang di makan majikannya dan memakai apa yang dipakai majikannya.
  9. Umat islam harus selalu berpegang teguh pada dua sumber yang tak akan pernah usang, yaitu Al Qur’an dan Sunah Nabi SAW.

Setelah itu Nabi SAW bertanya kepada seluruh jamaah, “sudahkah aku menyampaikan amanat Allah, kewajibanku, kepada kamu sekalian?”
Jemaah yang ada di hadapannya segera menjawab, “ya, memang demikian adanya.”
Nabi Muhammad kemudian menengadah ke langit sambil mengucapkan, “Ya Allah. Engkaulah menjadi saksiku.”
Dengan kata-kata seperti itu Rasulullah SAW mengakhiri khothbahnya.

Baca juga : Perang Uhud

Setelah upacara haji yang lain disempurnakan, Nabi Muhammad SAW kembali ke Madinah. Disinilah ia menghabiskan sisa hidupnya. Ia mengatur organisasi masyarakat di kabilah-kabilah yang telah memeluk islam dan menjadi bagian dari persekutuan islam. Petugas keamanan dan para da’i dikirimnya ke berbagai daerah untuk menyebarkan ajaran-ajaran islam, mengatur peradilan islam, dan memungut zakat. Salah seorang di antara petugas itu adalah Muaz bin Jabal yang dikirim oleh Nabi SAW ke Yaman. Ketika itulah hadits Muaz yang terkenal muncul, yaitu perintah Nabi SAW agar Muaz menggunakan pertimbangan akalnya dalam mengatur persoalan-persoalan agama apabila ia tidak menemukan petunjuk dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Pada saat-saat itu pula wahyu Allah SWT yang terakhir turun :

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا، فَمَنِ اضْطُرَّ 
فِى مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya : “… Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agamamu….” (QS. Maidah : 3)


Mendengar ayat ini, banyak orang yang bergembira karena telah sempurna agama mereka, tetapi ada pula yang menangis, seperti Abu Bakar, karena mengetahui bahwa ayat itu jelas merupakan pertanda berakhirnya tugas Rasulullah SAW.
Previous
Next Post »
0 Komentar