Aban bin Utsman bin Affan, Seorang Ulama Putra Khalifah |
Namun di zaman keemasan Islam, kita temukan yang demikian. Umar bin al-Khattab memiliki anak dan cucu seorang ulama besar di kalangan sahabat dan tabi’in. yaitu Abdullah bin Umar. Dan cucunya yang bernama Salim bin Abdullah bin Umar. Utsman bin Affan dengan putranya Aban bin Utsman. Ali bin Abi Thalib dengan dua orang putra yang menjadi penghulu pemuda surga, Hasan dan Husein.
Pada kesempatan kali ini, kita akan berbicara tentang Aban bin Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhuma.
Masa Kecilnya
Aban adalah seorang imam yang fakih. Nama dan nasabnya adalah, Aban bin Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdusy Syam al-Qurasyi al-Umawi. Dilahirkan di kota suci Madinah. Sekitar tahun 20 H. Ibunya adalah Ummu Amr binti Jundub bin Amr bin Humimah bin al-Harits ad-Dausi
Kunyah-nya Abu Said. Ibnu Saad mengatakan, “Ia lahir dalam keadaan bahagia. Karena itu diberi kun-yah Abu Said (Bapak Kebahagiaan).”
Aban tumbuh besar di lingkungan terbaik. Ayahnya, al-Khalifah ar-Rasyid, Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Sang ayah sangat perhatian dengannya. Di bawah pengasuhan sang ayah, yang merupakan orang yang pertama-tama memeluk Islam, seorang yang disebut Nabi ﷺ sebagai penghuni surga, malaikat malu padanya, tentu Aban memiliki ayah sekaligus mentor hidup yang sangat istimewa. Menjadikannya tumbuh di salah satu rumah terbaik di kota Madinah. Dan lingkungan kampungnya, adalah tak kalah istimewa, Kota Madinah. Tempat mayoritas sahabat hidup. Dan aroma kenabian masih terhendus di tiupan angin Madinah.
Menjadi Seorang Ulama
Lingkungan yang istimewa di Kota Madinah memiliki pengaruh besar dalam pemikiran dan keilmuan Aban. Hingga ia menjadi tokoh ulama tabi’in dan ulama Madinah yang terpandang. Amr bin Syu’aib mengatakan, “Aku tidak melihat seorang pun yang lebih berilmu darinya dalam permasalahan hadits dan fikih.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz: 3, Hal: 18).
Bilal bin Abi Muslim mengatakan, “Aku melihat Aban bin Utsman, antara kedua matanya terdapat samar-samar bekas sujud.” (ath-Thabaqat al-Kubra li Ibni Saad, No: 5912).
Ali bin al-Madini mengatakan bahwa Yahya bin Said bin Qahthan berkata tentang Aban, “Ia termasuk 10 orang ahli fikih Madinah.” Ali bertanya, “Siapa saja mereka?” “Said bin al-Musayyib, Abu Salamah bin Abdurrahman, al-Qasim bin Muhammad, Salim bin Abdullah (bin Umar bin al-Khattab), Aurah bin az-Zubair, Sulaiman bin Yasar, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah, Qabishah bin Dzuaib, Khairjah bin Zaid bin Tsabit, dan Aban bin Utsman,” jawab Yahya bin Said. (al-Madkhal ila as-Sunan al-Kubra, Juz: 1, Hal: 154).
Aban adalah seorang periwayat hadits terpercaya. Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya dan sahabat-sahabat Nabi yang lain. Seperti: Zaid bin Tsabit, Usamah bin Zaid, dll. Imam Muslim, at-Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, meriwayatkan hadits darinya.
Seperti hadits yang diriwayatkan at-Turmudzi:
عن عبد الرحمن بن أبي الزناد عن أبيه عن أبان بن عثمان قال: سمعت عثمان بن عفان رضي الله عنه يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ فِى صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ وَمَسَاءِ كُلِّ لَيْلَةٍ بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَيَضُرُّهُ شَىْءٌ
Dari Abdurrahman bin Abi az-Zinad, dari ayahnya, dari Aban bin Utsman berkata, “Aku mendengar Utsman bin Affan radahiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidaklah seseorang mengucapkan di setiap pagi harinya dan di setiap waktu petang malamnya bacaan ‘bismillahilladzi laa yadhurrru ma’asmihi sya-un fil ardhi wa laa fis samaa’ wa huwas samii’ul ‘alim’ (Dengan menyebut nama Allah yang tidak ada yang bisa memberikan celakan dengan nama-Nya di bumi maupun di langit, Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) sebanyak tiga kali, maka tidak ada yang bisa mencelakainya.’” (HR. Tirmidzi No: 3388, Ibnu Majah No: 3869. Abu Dawu No: 5088, Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
وروى ابن سعد عن الْحَجَّاجُ بن فُرَافِصَةَ عَنْ رَجُلٍ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى أَبَانَ بن عُثْمَانَ، فَقَالَ أَبَانُ: “مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ الْعَظِيمُ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ، لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ، عُوفِيَ مِنْ كُلِّ بَلاءٍ يَوْمَئِذٍ”. قَالَ: وَبِأَبَانَ يَوْمَئِذٍ الْفَالِجُ، فَقَالَ: “إِنَّ الْحَدِيثَ كَمَا حَدَّثْتُكَ، إِلا أَنَّهُ يَوْمَ أَصَابَنِي هَذَا لَمْ أَكُنْ قُلْتُهُ”.
Diriwayatkan dari Ibnu Saad dari al-Hajjaj bin Furafishah dari seorang laki-laki, ia mengatakan, “Aku menemui Aban bin Utsman. Aban berkata, “Siapa yang di pagi hari mengatakan: Laa ilaaha illallaah al-Azhim. Subhanallahi al-Azhimi wa bihamdihi. Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah (Tiada sesembahan yang benar kecuali Allah Yang Maha Agung. Maha Suci Allah Yang Agung dan segala puji bagi-ya), ia terbebeas dari bencana apapun pada hari itu.” Periwayat mengatakan, “Saat itu Aban menderita lumpuh. Ia mengatakan, ‘Hadits ini seperti yang kusampaikan padamu, namu saat hari dimana kelumpuhan ini menimpaku, saat itu aku tidak membaca dzikir ini’.”
Banyak tokoh-tokoh ahli hadits dan ahli fikih menimba ilmu kepada Aban bin Utsman. Di antara mereka: Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri. Muhammad bin Ishaq al-Muthlibi. Amir bin Saad bin Abi Waqqash, murid sekaligus koleganya. Abu az-Zinad Abdullah bin Dzakwan. Umar bin Abdul Aziz. Amr bin Dinar al-Makki. Anaknya sendiri, Abdurrahman bin Aban bin Utsman. Maimun bin Mihran. Nabih bin Wahb. Dan Yazid bin Hurmuz al-Madini.
Dan murid-murid yang lahir dari madrasahnya adalah Abdullah bin Abi Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm. Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, Imam Malik berkata, “Abdullah bin Abi Bakr menyampaikan kepadaku bahwa ayahnya belajar kepada Aban bin Utsman.” Imam Malik mengatakan, “Aban mempelajari banyak hal tentang hukum-hukum agama dari ayahnya, Utsman.” (Tarikh al-Kabir oleh Imam al-Bukhari).
Selain seorang ulama, Aban juga pernah menjabat gubernur Madinah selama 7 tahun. Abdul Malik bin Marwan mengangkatnya dari tahun 75 H hingga 83 H.
Ahli Sirah Nabi
Di generasi kedua Islam, mulailah Sirah Nabi Muhammad ﷺ dibukukan. Para tabi’in lah yang ambil peranan. Mereka menjadi rujukan utama. Meriwayatkan berita dari orang tua mereka, sahabat Rasulullah ﷺ. Masa mereka begitu dengan zaman kenabian. Bahkan sebagian mereka memiliki kekerabatan dengan sang Nabi. Seperti: Aurah bin az-Zubair bin al-Awwam, ibunya adalah Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq. Bibinya adalah Ummul Mukminin Aisyah. Ayahnya sepupu Nabi ﷺ. Nenek dari pihak ayah adalah Shafiyah binti Abdul Muthallib, bibi Nabi ﷺ. Dan kakek dari pihak ayah adalah al-Awwam bin Khuwailid, saudara laki-laki Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiallahu ‘anha.
Ahli Sirah Nabawiyah yang lainnya adalah Aban bin Utsman. Keahlian Aban dalam kajian Sirah lebih dikenal dibanding keparakarannya dalam bidang hadits dan fikih. Hingga ia menjadi tokoh ulama Sirah yang terpecaya di mata para ulama.
Mughirah bin Abdurrahman bercerita tentang gugurnya, al-Waqidi, “Diriwayatkan hadits darinya. Ia adalah seorang ulama yang terpecaya. Tapi riwayat haditsnya sedikit. Kecuali tentang peperangan Rasulullah ﷺ yang ia riwayatkan dari Aban bin Utsman. Ia sering membaca riwayat dari Aban. Dan memerintahkan kami untuk mempelajarinya.”
Ini menunjukkan bahwa Aban bin Utsman dijadikan rujukan dalam kajian maghazi dan sirah. Sampai-sampai para ulama menyuruh murid-muridnya untuk mempelajari riwayat dari Aban.
Wafatnya Sang Ahli Sirah
Di akhir hayatnya, Aban menderita penyakit kusta hingga membuatnya lumpuh. Namun ia tetap pergi ke masjid dengan dibawa di atas gerobak.
Putra Khalifah Utsman bin Affan ini wafat pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Tepatnya di zaman pemerintahan Yazid bin Abdul Malik (101-105 H). Yakni pada.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
0 Komentar